Monday, August 13, 2012

MENJADI “ANAK-ANAK” ITU ANUGERAH

Bukan Pamer...tapi sekedar sharing....

Beberapa kali tawaran untuk ikut ziarah ke tanah suci Yerusalem dan Vatikan kutolak. Terakhir pada bulan Mei 2012 kemarin aku mendengar namaku masuk dalam daftar yang ikut ziarah ke tanah suci Yerusalem atas biaya Pemkot. Aku menolak dan minta agar namaku dihapus. Seorang (kaum berjubah) yang ikut juga dengan senang mengatak
an; kapan lagi, mumpung gratis, dibiayai. Aku menjawab; aku tak mau menari di atas ratapan masyarakat kecil. Aku tak mau menari di atas keringat dan jeri payah kemiskinan dan kesederhanaan masyarakat lewat pajak yang mereka bayarkan kepada pemerintah. Sebagian mungkin merasa ziarah ke tanah suci Yerusalem dan Vatikan itu penting, namun bagiku yang paling penting adalah mengimani. Tak perlu harus ke tanah suci Yerusalem dan Vatikan, karena aku bisa mengenal Yerusalem dan Vatikan lewat bacaan yang kubaca, dan semakin mengimani Yesus lewat sesama yang miskin dan sederhana. Jika bisa diuangkan tiket itu, maka baiklah itu diberikan untuk mengembangkan sanggar budaya dan taman bacaan Bahalan (Pelangi) yang kami dirikan bersama OMK stasi Sei. Lantung, demikian ungkapku.

Sebagian orang senang, puas dan bangga karena telah tiba di tanah suci Yerusalem dan Vatikan. Namun pertanyaan di balik itu; apakah ada sebuah semangat PENGORBANAN YESUS; MENJADI PELAYAN yang dihidupi sepulangnya dari tanah suci Yerusalem dan Vatikan?

Tanpa sadar kadang kita tidak mau menjadi seperti “seorang anak” yang polos, jujur, terbuka apa adanya, tetapi sebagian kadang menjadi “kekanak-kanakan” oleh karena tidak mampu bersikap. Sebagian dari kita lebih suka dilayani, menjadi bos, penguasa namun tidak mau menjadi pelayan yang melayani dalam kepolosan, kejujuran dan kesederhanaan. Banyak orang melihat setiap kesempatan untuk memenuhi kebahagiaan dan sukacita pribadi hanya sebagai kesempatan pribadi, miliknya sendiri meski ada sesamanya yang sedang menangis, meratap di tengah derita dan duka. Kita rela menghabiskan puluhan juta rupiah atas nama ziarah ke tanah suci Yerusalem dan Vatikan, namun kita menutup tangan, tidak rela memberikan sebagian kecil dari uang kita untuk mereka yang miskin, sakit dan menderita. Kita rela mengorbankan waktu dan tenaga kita untuk bersukaria atas nama ziarah, namun kita tidak mampu mengorbankan waktu dan tenaga kita bagi yang datang dalam tangisan dan ratapan meminta waktu kita sejenak untuk mendengarkan mereka.Kita hampir tidak mampu mengorbankan kesempatan yang kita miliki atau diberikan kepada kita bagi orang lain. Kita tidak mampu mengorbankan satu kali kesempatan aja dan memberikan kesempatan itu bagi orang lain untuk mengalami suasana Kerjaan Allah di dalam hidup mereka yang miskin, sederhana yang dalam bahasa Yesus disimbolkan dalam diri anak-anak.

Hari ini St. Maximilianus Maria Kolbe mengajarkan kepada kita semangat pengorbanan itu. St. Maximilianus Maria Kolbe menjadi sosok sederhana, sosok masyarakat kecil, miskin yang mengorbankan kesempatan hidupnya bagi orang lain agar orang lain memiliki kesempatan untuk hidup. Jika mengikuti kehendak manusiawi Maximilianus Maria Kolbe tentu masih berpikir, untuk apa memberikan kesempatan hidup bagi orang lain. Tapi itu tidak bagi seorang Maximilianus Maria Kolbe. Ketaataan dan kepasrahannya pada kehendak Allah; Maximilianus Maria Kolbe merelakan dan mengorbankan kesempatan hidupnya agar orang lain bisa hidup dan mengalami suasana Kerajaan Allah di tengah dunia ini. St. Maximilianus Maria Kolbe menunjukan kepada kita; menjadi “anak-anak” orang yang rendah hari, miskin dan rela berkorban demi orang lain itu adalah anugerah. Semoga kita tidak menjadi kekanak-kanakan oleh karena ketidakmampuan kita mengorbankan satu kesempatan dalam hidup kita bagi orang lain, agar orang lain boleh menikmati kesempatan hidup mereka dalam suasana damai, bahagia, rukun yang merupakan suasan Kerajaan Allah dambaan insan manusia (bdk. Mat 18:1-5.10,12-14).

Kesempatan tidak hanya milik kita: Mampukah kita berkorban?
PW. St. Maximilianus Maria Kolbe: 14 Agustus 2012
Lie Jelivan msf

No comments:

Post a Comment