Tuesday, August 14, 2012

NEGERI PENDONGENG KEMERDEKAAN (Renungan kalut 17 Agustus)


67 tahun sudah bangsa yang disebut Indonesia ini katanya sudah merdeka dari penjajahan Belanda, Jepang dan Portugis lewat apa yang disebut Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pekik kemerdekaan lantang dikumandangkan di seantero negeri yang diberi gelar Republik Indonesia. Secara simbolis hari kemerdekaan yang digemakan sebagai rasa sy
ukur atas buah perjuangan para pahlawan bangsa yang membebaskan bangsanya dari cengkeraman penjajah dirayakan setiap tanggal 17 Agustus. Aneka ragam hiasan membingkai wajah-wajah kota hingga ke sudut-sudut dusun yang sepi sekalipun. Di tanggal 17 Agustus itu penghormatan kepada para Pahlawan disematkan dengan penghormatan pada Bendera yang berwarna Merah dan Putih simbol dedikasi, perjuangan dan rasa cinta pada bangsa sampai mempertaruhkan nyawa, Darah mereka adalah Darah pembebasan yang dikidungkan dalam mengheningkan cipta dalam alunan lagu gugur bunga yang diiringi dengan rentetan bunyi sirene dan tembakan penghormatan. Serangkain ritus ulang tahun kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus dari orang-orang penulis dan pengisah dongeng kebangsaan tentang sebuah kemerdekaan.

Di tanggal 17 Agustus itu para penguasa mulai berdongeng tentang Amanat Kemerdekaan, pada bagian ritus amanat pembina upacara. Amanat yang sejatinya bukan untuk mendongeng kemerdekaan dalam janji-janji palsu dan tebar pesonan keberhasilan justru dimanfaatkan untuk menegaskan penderitaan rakyat yang dijajah oleh kepentingan penguasa negeri yang dipanggil Indonesia ini yang akhrinya bukan lagi amanat pembina upacara tapi amanat penderitaan rakyat dari penguasa yang sedang mendongeng kemerdekaan.

Menuliskan bukan berarti saya pesimis. Mengurai luka bukan berarti saya membenci. Tapi aku malu disebut Merdeka di sebuah negeri yang kaya namun hidup dalam bayang-bayang dongeng kemerdekaan meninabobokan dengan topeng ancaman dan perang atas nama agama, suku dan budaya. Menuliskan kegelisahan ini bukan berarti aku tidak mencintai. Justru aku mencintai negeri ini yang kini dihuni para pendongeng kemerdekaan yang berperisaikan kekuasaan dalam gurita korupsi, yang bersenjatakan kekerasan merebut hak-hak masyarakat adat atas tanah, air dan hutan mereka, yang mendongeng keadilan dan kebenaran namun bertamengkan kekuasaan memenjarakan para insanya yang berjuang mempertaruhkan hidup mereka demi kemerdekaan sejati yang kini sedang diperkosa dalam dongeng-dongen penguasa negeri ini.

Sepertinya kita terlalu mendewakan ritual ulang tahun negeri ini, sampai kita sendiri lupa bahwa sejatinya kita masih terjajah dalam cengkeraman kekuasaan penguasa dan kapitalis yang sedang mendongeng tentang sebuah negeri yang merdeka 67 tahun lalu dalam dongeng kesejahteraan, dongeng keadilan, dongeng kebenaran, namun sedang membungkus dongeng itu dengan kekuasaan dalam pertarungkan kekuatan politik yang sedang menyanyikan isu SARA, yang sedang mendendangkan fitnah agama, merusak dan menyegel rumah ibadah, yang sedang melagukan perampokan dan penggusuran hak-hak masyarakat atas tanah, air dan hutan, yang sedang memprovokasi pertarungan antar kelompok dan suku, yang sedang menarikan tarian korupsi.

Akhirnya, maaf beribu maaf, kini kusaksikan sendiri, kudengar sendiri bahwa 17 Agustus hanyalah sebuah kisah ritual di NEGERI YANG DIPENUHI PARA PENDONGENG KEMERDEKAAN, lantaran sejatinya kemerdekaan sejati masih menjadi sebuah dongeng yang jauh dari harapan rakyat karena sedang terjajah dan dijajah, sedang tertindas dan ditindas oleh PARA PENDONGENG KEMERDEKAAN NEGERI INI yang mengkhianati perjuangan para pahlawan. Selamat merenung asal tidak berkerut.

Titip Rindu Anak Bangsa
Dari Jalan A. Yani: 15 Agustus 2012
Lie Jelivan msf

No comments:

Post a Comment