(Injil hari ini: Mt 13:31-35)
Tradisi asli Kapusin jaman dulu tidak pernah mempunyai karyawan dapur (baca: ibu rumah tangga/tukang masak). Semua hal remeh-temeh di dapur diurus oleh Saudara sendiri. Yang bertugas di dapur juga bertanggung jawab mengurus segala hal yang berkaitan dengan rumah, misalnya menerima telepon dan juga urusan pintu (menyambut tamu).
Sebutlah seorang Santo terkenal dari Kapusin, Feliks Kantalice. Ia seorang bruder, berpendidikan seadanya saja. Mungkin karena kemampuan belajarnya yang kurang maka tidak bisa diberi pendidikan lanjut. Maka tugasnya adalah mengemis dari pintu ke pintu di kota Roma, berdoa bersama anak-anak, sekaligus juga bertugas mengurus dapur biara.
Kita tahu urusan dapur bukanlah urusan yang gampang dan disenangi banyak orang. Kebanyakn kita (termasuk saya) hanya mampu merasakan enaknya makanan yang dihasilkan dari dapur tetapi sering tidak tahu memasak. Semua itu hanya dikerjakan tangan petugas dapur. Suatu kali, katanya, Bruder Feliks sakit. Ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya sehingga untuk keluar dari kamarnya menuju dapur pun tidak sanggup. Maka, para Saudara di komunitas bingung karena jam makan sudah tiba tetapi meja makanan masih kosong melompong.
Mereka akhirnya tahu, bruder Feliks (digelari: Deo Gratias) sedang terbaring di tempat tidurnya. Mau tak mau, para penghuni komunitas harus terjun langsung ke dapur menyiapkan makanan. Tapi, Anda tahu apa yang terjadi? Mereka malah bingung karena yang mereka butuhkan untuk memasak sulit ditemukan. Sendok penggoreng ada di mana, kuali disimpan di rak mana, minyak goreng ada di mana, tepung ditaruh di mana, cabe, bawang, merica dll disimpan di mana? Mereka kesulitan menemukannya. Setiap kali butuh sesuatu, seorang Saudara harus berlari ke kamar bruder Feliks untuk bertanya. Begitulah dalam kesulitan dan butuh waktu lama mereka akhirnya bisa makan. Terbukti, karya rendahan itu telah membuat bruder Feliks menjadi 'maskot' kesederhanaan dan kerendah-hatian seorang abdi Kristus. Ia akhirnya diberi gelar Santo, suatu penghargaan yang pantas atas karyanya yang tak dipandang kebanyakan orang.
Pekerjaan yang sering dianggap sebagian orang sebagai pekerjaan rendahan ternyata sangat rumit melakukannya jika tidak dibiasakan. Apa yang sering dianggap paling hina dan paling rendah sering menjadi paling penting dalam hidup. Apa yang sering tidak diperhitungkan orang, sering menjadi sangat berharga dalam hidup. Orang yang sering dipandang rendah pun malah sering menjadi 'penyelamat' dalam suatu persoalan.
Siapa sangka bahwa biji sesawi yang sangat kecil itu bisa menjadi tumpuan burung bersarang? Siapa sangka serbuk-serbuk tepung akan bisa menjadi roti besar dan lezat? Malahan pohon sesawi bisa mengalahkan besarnya pokok sayuran yang lain yang bijinya lebih besar. Jika biji itu tetap sebagai biji memang kita tidak akan tahu fungsi dan manfaatnya. Ketika kita menaburkannya ke tanah, barulah kita lihat hal yang sangat kecil itu ternyata bisa besar dan bermanfaat bagi hidup.
Kehidupan kita juga dipenuhi dengan sisi-sisi ini. Ada pejabat tinggi dan ada karyawan rendahan. Ada tuan dan ada hamba. Ada induk semang dan anak semang. Kita sering memandang sebelah mata jasa-jasa orang rendahan sebagai sesuatu yang tidak penting, padahal di sisi lain kita sangat membutuhkan mereka. Kita baru merasakan beratnya pekerjaan dapur: memasak, mencuci, menyetrika, mengepel rumah, menyapu halaman, kalau karyawan kita lagi cuti. Kita mulai mengeluh capek. Tetapi jika mereka bekerja seperti biasa malah kita kurang menyadari perannya yang sangat vital itu.
Yesus mengingatkan kita hari ini lewat perumpamaan biji sesawi (Mt 13:31-35). Dengan merenungkan firman ini, kita pun mampu menghargai jasa-jasa para pekerja kita, mengapresiasi hasil kerja mereka, dan tentu memberikan upah yang layak bagi mereka sebagai manusia. Dalam hal ini, kiranya kita tidak menganggap mereka sebagai budak yang setiap saat bisa kita perlakukan sesuka hati. Hargailah mereka sebagai sesama dan saudaramu, sebagai bagian penting dalam hidupmu. Biji sesawi itu memang rendah tetapi ternyata bisa menjadi besar mengalahkan sayuran yang lain. Tepung itu memang terdiri dari serbuk saja, tetapi bisa menjadi roti besar mengenyangkan perut. Marilah kita menghargai satu sama lain. Saya membutuhkan Anda, Anda juga pasti membutuhkan orang lain. Selamat pagi.
Deus Meus et Omnia
No comments:
Post a Comment