Tuesday, July 31, 2012
LETIH ITU MEMBAHAGIAKAN
Perjalanan ini terasa menyedihkan, ada rasa stres menyatu dalam omelan. Ada rasa gerah menghentikan perjalanan panjang sudah disusuri. Lima kali berhenti akibat asam lambung naik membuatnya ingin beristirahat atau p
ulang ke Samarinda. Masih ada sedikit asa meneguhkan perjalanan, masih ada seberkas harap menguatkan jejak langkah di titian panjang ini. Mengarungi perjalanan dari jam setengah empat sore dan tiba di pelataran rumah tua itu pukul setengah empat pagi.
Tak peduli badan penuh bau keringat, tak peduli raga dikotori debu jalanan, dia langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur hingga pagi menjemput dalam guyuran deras hujan pagi. Tepat pukul 11.00 siang dia terbangung. Rasanya malas sekali untuk melanjutkan perjalan panjang kembali. Diapun mulai memutar otak mencari alasan untuk tidak berangkat. Telp dan sms dikirimkan untuk temannya di seberang sana yang ditempuh empat jam perjalanan menggunakan kelotok. Namun hati kecilnya tidak tenang. Ada rasa sedih tak memenuhi harapan mereka, ada rasa salah telah menipu diri dan menipu mereka. Ragam sms dan telp penuh harap dari seberang silih ganti mampir di layar hpnya yang dengan penuh harap menanti kedatangannya, kedatangan yang membawa sukacita, damai dan kekuatan untuk berjuang bersama. Kedatangan yang menumbuhkan Kasih bersama untuk mempertahankan tanah adat warisan leluhur tempat bertumbuhnya kedamaian dan kesejahteraan bersama.
Pukul 12.00 siang tanggal 25 Mei 2012, ditengai rinai gerimis siang, diapun akhirnya berangkat ke Pelabuhan menuju Long Hubung. Mahalnya harga sewa speed yang mencapai satu juta sembilan ratus ribu rupiah membuatnya berpikir panjang antar meneruskan perjalanan panjang atau berhenti kembali ke Samarinda. Sedang raga ini masih menyisahkan letih dan lelah ditambah lambungnya yang masih perih. Dia terus mencari perahu yang bisa mengantarkannya dengan harga yang wajar. Akhirnya diapun menemukan sebuah kelotok dengan harga sewa Rp. 500.000 meski harus menghabiskan empat jam lebih perjalanan menuju tempat tujuan, meski air hujan harus membasahi dirinya di tengah perjalanan. Di atas kelotok sesekali dia membaringkan tubuhnya untuk menghilangkan letih dan ngantuk yang tak bisa berkompromi dengan beralaskan koran yang dibelinya di pelabuhan Tering.
Ada tawa mengiringi perjalanannya, ada rasa kagum mengagumi karya ciptanya meski ada keluh memandang hancurnya wajah hutan dan kotornya air kehidupan yang adalah sumber kehidupan masyarakat adat sepanjang hulu Mahakam. Perjalanan panjang dalam letih dan lelah, dalam sakit dan stres, akhirnya melabukan dia di pelabuhan Long Hubung tepat jam 14.30 wita. Bergegas dia mengambil ransel dan menuju ke pastoran Long Hubung. 10 menit berjalan dari pelabuhan akhirnya dia tiba di ruang tamu pastoran Long Hubung. Rasa letihnya dan rasa letih kami yang sejak seharian menanti kedatangannya yang seharian bergumul dan bertahan mendengarkan penjelasan teman-temannya untuk membangun konsolidasi gerakan menjadi sukacita, kebahagiaan bersama. Kami mengalami kedamaian karena kehadirannya, senyum dan canda menghapus segala keletihan di wajahnya dan wajah kami.
Dalam letih dan lelahnya dia datang membawa Damai, dia hadir membagikan belas kasihNya lewat pengajaran dan perjuangan bersama kami. Dia tidak menghiraukan letihnya, dia cuek dengan sakitnya yang membuatnya hendak menyingkir sejenak dari kesibukannya dan hendak menyingkir dari kami, namun hatinya tergerak oleh Kasih Allah datang menjumpai dan mempersatukan kami serta membangun kekuatan dan semangat baru dalam diri dan masyarakat kami yang tercerai berai oleh karena kekuatan penguasa dan kapitalis yang merebut tanah kami. Kehadirannya adalah Belas Kasihnya untuk membawa sukacita dan damai bagi kami, menjadi kekuatan bagi kami untuk bersatu. Dalam letihnya dia mengajarkan kepada kami seperti ajaran dan perbuatan Sang Guru; membagikan kasih dan kedamaian bagi kami tanpa mempedulikan sakit dan letih yang sedang menggerogoti tubuhnya. Dia rela meninggalkan kesenangan pribadinya demi kedamaian dan kebahagiaan dalam semangat pengorbanan tulus tanpa pamri. Dia itu adalah sang Petualang Kasih yang disapa Sang Musafir...Mampukah kita seperti sang Musafir, meninggalkan segala kesenangan pribadi dan menjadikan letihnya untuk membahagiakan orang lami, yang menjadikan letihnya untuk membawa damai sejahterah dan semangat baru bagi kami yang tercerai berai oleh kekuasaan dan kapitalis sawit dan tambang? Selamat Merenung !!
Letih itu membahagiakan, karena Dia menguatkan
Minggu Biasa XVI: 22 Juli 2012 (Yer 23:1-6; Ef 2:13-18; Mrk 6:30-34)
Labels:
02.08.2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment