Sekian lama telah terjadi kehancuran, sekian lam terjadi ketidak adilan kepada IBU, bagimana kita membantu IBU agar IBU membantu kita semua, perjalan panjang dan melelahkan, tapak kaki hinga berdara dan bernanah, yang terdengar di di telinga ini hanya kesengsaraan.
Sawit, HTI/HPH, pertambangan terus berjalan tapak kaki ini hingga ke tanah papua yang selalu kita dengar dengan lagunya papua yang indah hutan dan airnya begitu indah dan jernih, tapi semua itu hanya tinggal lagu hanya tinggal sair.
Kalimantan, Papua , Sumatra semua pulau besar yang begitu hebatnya dengan sumber daya alamnya, begitu banyak suber daya alam telah di keruk oleh para komrader dan selalu berkata atas nama rakyat bahwa semua hanya tuk mereka yang punya uang dan harta.
Tapak kakipun melangkah dalam tanah nan indah dan begitu suburnya, namun mereka menangis karnah IBU akan dikeruk para komprader Negara luar dan Negara ini, “ anaku aku masih kecil masih bisa melihat sagu phon madu yang begitu banyak madunya, ikan di air yang jernih, babi yang begitu banyak, payau begitu banyak tapi sekarang hanya tingal cerita nak “ tangisan dara telah mereka alami, tangisankupun tak dengar lagi hanya detak jantungku yang begitu kencang dan darahku bergemuruh.
IBU dirimu telah banyak memberikan kami makan, begitu kami lahir kami minum air sungi bersih itu, kami lahir melihat gunung menjulang nan indah dan begitu hijau, IBU kami minta maaf kami telah mengambil kakimu kami telah mengambil tanganmu apakah kami juga akan mengambil jatung dan hatimu.
IBU semua yang aku lihat waktu aku kecil semua tinggal cerita yang kulihat sekarang kumbangan bekas tambang yang dapat menengelamkan kami, kami lihat hamparan luas yang telah berubah menjadi tanah gersang yang akan di buka kebun sawit dan HTI, kemana lagi kami pergi IBU?
IBU maafkan kami telah menjual tanah kami demi segepok uang dan rupiah yang tak seberapa, padahal kami cukup makan darimu IBU, tanah dengan hamparan luas bak permadani telah membuat kami hidup, membuat kami sebesar ini, tapi kami lupa bahwa tanah ini adalah IBUku.
Bagaimana kami akan kembali ketanah ini, ketika kami telah meningal kami akan di kubut ketanahmu IBU, apakah kau akan kami terimah ketanahmu ketika kami telah menyia – nyiakan IBU, kematiaan kamipun tak cukup membayar kesalahan kami, begitu banyak kami telah meubah bontang tanah ini, begitu banyak kami telah menjual tanah ini.
Ingin kembali kubasuh tanahmu dengan daraku, ingin kukembali kumemanjat tebing gunungmu, agar dapat kuraih matahri itu dengan senyumku, Wahai alam dan IBU berikan kami kematiaan yang indah di atas tanahmu agar kami tak di bilang anak durhaka.*****
Among, Manokwari
No comments:
Post a Comment