(Ber-Magnificat bersama Maria Bunda Kita)
Dalam pengalaman pelayanan; suara-suara harapan hampir paling banyak datang dari mereka yang sederhana, masyarakat-masyarakat kecil dan di kampung berkata; Puji Tuh
an, pastor bisa mampir ke rumah dan makan bersama kami di gubuk kami yang sederhana ini. Syukur pada Tuhan; pastor bisa kembali ke daerah kami, memberikan kekuatan dan keteguhan serta sukacita pada kami. Paling tidak ini yang saya alami di Long Pahangai dan Data Suling ketika hadir dalam gerakan Konsolidasi Masyarakat adat Mahakam Hulu. Pastor kapan, balik (mudik) lagi ke kampung kami. Sedangkan; meski tidak semua hanya sebagian kecil saja orang-orang kota, kaya lagi lebih banyak mengatakan pastor kapan ada waktu, makan bersama yuk di restaurant ini. Jalan-jalan yuk...Sangat sedikit yang mengatakan; puji Tuhan pastor, dia, engkau boleh datang ke rumahku, mengunjungi kami sekeluarga. Bahkan tidak ada suara undangan bertandang ke rumah atau langkah kaki menjejaki rumah tetangga dan sesama agar mereka boleh mengalami sukacita akan kehadiran Tuhan di dalam rumah tangga dan keluarga mereka.
Oh cantiknya, gantengnya mempesonaku dan bukan oh...Puji Tuhan telah menganugerahkan kecantikan dan kegantengan yang membuatku terpesona. Bahkan kita memuji diri sendiri, memuji hidup dan diri orang lain tapi lupa memuji Tuhan. Untung ada kamu, sehingga saya bisa berhasil, saya bisa selamat, untung bagi orang lain tapi rugi bagi Tuhan, bukan mengatakan; Terima Kasih Tuhan telah menyelamatkan dan memberikan keberhasilan ini padaku. Menjelang Pilkada, rajin berdoa dan rajin ibadah di gereja, mesjid, vihara dan kelenteng. Tapi setelah terpilih; syukur sekarang aku boleh memiliki kekuasaan ini dan menderitalah engkau masyarakat, syukur bisa membodohi masyarakat dan Tuhan....kasihannya.
Maria dipilih dan diangkat ke Surga seluruh jiwa raganya, pertama-tama karena Maria mengambil semangat kemiskinan seperti terungkap dalam Magnificatnya yang tercermin dalam kerendahan hati, keterbukaan hatinya dan pasrah pada kehendak Allah membiarkan Allah mengunjungi jiwanya dan menysukuri segalanya pertama-tama bukan karena kekuatan dan kemampuan Maria melainkan karena Kuasa dan Kehendak Allah sendiri. Kedatangan dan kehadiran Allah dalam diri dan hidup Maria, yang karena kemiskinannya diangkat dan dipilih oleh Allah ke surga seluruh jiwa raganya, diungkapkan secara konkret pula oleh Maria dengan mengunjugi dan mendatangi bahkan tinggal di rumah Elisabeth beberapa bulan. Bahkan Elisabet mengalami sukacita dan anak yang dikandungnya melonjak kegirangan pertama-tama bukan kehadiran Maria, melainkan karena Tuhan mau datang dan hadir serta tinggal di rumah Elisabet; “Siapakah aku ini, sampai Ibu Tuhanku datang mengunjungi aku”? Elisabeth melihat kehadiran Maria sebagai Kehadiran Tuhan, dan pujian ditunjukan bukan pada Maria melainkan pada Tuhan (bdk. Luk 1:39-56).
Semangat Maria dan Elisabeth ini menyadarkan kita bahwa terkadang kita Begitu Cepat Melupakan Tuhan; karena bukan semangat kemiskin Kristus sebagai yang sulung di antara kita yang kita jadikan sebagai dasar hidup kristiani kita (1Kor 15:20-26), melainkan karena kesombongan dan keangkuhan yang membuat kita tidak mampu melihat dan tertutup bagi kehadiran Tuhan dan tinggal dalam hidup kita. Kita Begitu Cepat MelupakanNya, merasa semua yang kita terima; kebahagiaan, sukacita dan kedamaian adalah hasil kerja keras kita sendiri. Kita mampu menyanyikan Magnificat bersama Maria, jika kita mau rendah hati, menjadi miskin untuk saling mengunjungi, membawa dan dan sukacita bagi sesama kita...agar merekapun melihat kehadiran Tuhan yang pertama dalam hidup sesama yang melahirkan damai dan sukacita...Sudakah kita...??
Maria, Engkau menjadikan Tuhan Pedoman Hidupmu
No comments:
Post a Comment