Thursday, August 23, 2012
WISUDAMU ADALAH TRAGEDIMU
Menjilid KTI (Karya Tulis Ilmiah) mereka saja, mereka kesulitan untuk menjilid karena biaya penjilidan belum terima dari orang tua. Untuk makan saja, kadang sehari cuma makan satu kali. Namun mereka tidak mengeluh
, mereka terus berjuang untuk menggapai cita-cita mereka. Tapi sayang para pelaksana pendidikan dan pemegang aturang dalam satu Yayasan tidak melihat usaha dan perjuangan itu namun malah melahirkan tragedi baru di tengah duka lama yang sedang mereka alami.
Saya kaget ketika mendengar dalam waktu lima (5) bulan satu orang Mahasiswa dari 94 Mahasiswa harus membayar Rp. 9.300.000,-. Mulai dari biaya studi tour dan BTCLS pada bulan Maret 2012 dengan bayaran Rp. 5. 400. 000, per orang maka dikali 94 mahasiswa= Rp. 507. 600. 000,-. Dari sekian banyak biaya yang dikeluarkan ini, para mahasiswapun tidak menerima rincian biaya secara jelas. Padahal kalau dihitung, untuk biaya studi tour dan BTCLS bayar Rp. 2.000.000,- per mahasiswa pun masih cukup dan lebih untuk biaya tiket studi tour (pesawat, bis, hotel termasuk makan) dan BTCLS bagi para mahasiswa dan sebagian dosen yang ikut. Yang menjadi persoalan kenapa para mahasiswa tidak diberi rincian biaya tiket pesawat Balikpapan-Surabaya (PP), Biaya bis Surabaya-Denpasar (PP) juga tidak diberitahu, termasuk penginapan dan makan dan juga masalah BTCLS. Para mahasiswapun diam, tak mengambil sikap dan tindakan meski tidak menerima transparansi dari sebuah kampus hanya karena takut dipersulit pada saat ujian.
Baru selang empat bulan, 23-27 Juli 2012, para mahasiswa kembali membayar Rp. 1. 900. 000,- untuk UAP (Ujian Akhir Program) dengan melakukan praktek di rumah sakit yang adalah satu Yayasan dengan tiga dosen penguji. Hal yang aneh, perlengkapan ujian digunakan dari Laboratorium Kampus, tapi masih harus bayar. Lalu kemana uang Lab yang dibayar setiap smester? Di mana Dana Sukarela yang minimal Rp. 3. 000. 000/mahasiswa itu yang katanya untuk pengadaan alat-alat Lab? Jika dikatakan untuk honor dosen penguji, maka saya rasa masing-masing mahasiswa cukup membayar Rp. 100.000 X 94= Rp. 9. 400. 000,- ITU SUDAH CUKUP BAHKAN LEBIH. Lagi-lagi inipun tidak ada perincian. Ketika mahasiswa meminta rincian biaya, alasannya karena sudah masuk rekening maka tidak bisa. Ketika mahasiswa meminta kembali kelebihan pembayaran, lagi-lagi alasan sudah masuk rekening jadi tidak bisa dikembalikan. Ah...memangnya ATM hanya bisa masuk, tapi tidak bisa ditarik kembali?
Dan kini berselang dua bulan, tepatnya tanggal 10 September 2012; mereka akan menikmati usaha dan perjuangan mereka lewat wisuda. Tapi beban biaya kembali terjadi: Rp. 2. 000. 000/mahasiswa. Rp. 2. 000. 000,- X 94= Rp. 188. 000. 000,-. Biaya yang sangat besar. Sayangnya banyak biaya ini mahasiswa yang merayakan sukacita wisuda mereka bersama orang tua, atau wali, atau om dan tante hanya disuguhi sekotak snack. Sedangkan pengangkat sumpah, anggota koor, dan tamu penting misalnya pengurus Yayasan, para dosen, dinas kesehatan menikmati uang para wisudawan di restaurant mewah. Jika alasan bayar hotel, palingan biaya hotel sekitar Rp. 30. 000. 000,- Biaya hotel Rp. 30. 000. 000,- jika masing-masing membayar Rp. 1.000.000,- bukankah masih ada sisa Rp. 64. 000. 000,- dan tentu masih cukup untuk prasmanan di mana para wisudawan, orang tua, tamu, para dosen dan koor bisa berbagi sukacita bersama di hotel tempat diadakan wisuda. Jika alasan sewa toga, kursi dan honor untuk pengangkat sumpah, maksimal berkisar Rp. 5. 000. 000,- Maka cukup bahkan lebih jika Rp. 1. 000. 000/ mahasiwa. Tapi mengapa harus Rp. 2. 000. 000? Lagi-lagi tidak ada perincian yang jelas...he diminta malah memarahi mahasiswa. Parahnya lagi, anggota koor yang merupakan anggota unit kegiatan kemahasiswaan di kampus masih dibayar Rp. 100.000,- dari uang para wisudawan. Katanya uang lelahlah, uang bensinlah. Bukankah itu tugas bidang kemahasiswan dan menjadi tanggung jawab kampus dan bukan dibebankan pada para wisudawan. Ah...kok ada pungli kampus kalau kaya gini. Membaca situasi ini saya hanya mengatakan; para Mahasiswa; WISUDAMU ADALAH TRAGEDIMU dan bukanya sukacita dan syukurmu.
Gugatan Nurani Terhadap Lembaga Pendidikan “K”
Lie Jelivan MSF
Labels:
24.08.2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment