Pernikahan Cathy Sharon dengan Eka Kusuma (Sabtu, 14/4-2012), di Gereja Katolik Fransiscus Xaverius Kuta, Bali menjadi sebuah perbincangan hangat di kalangan komunitas Katolik di dunia maya. Beragam pendapat disampaikan sehubungan dengan pernikahan Cathy Sharon dan beberapa Gembala umat yang hadir dalam pernikahan tersebut. Katanya sebanyak 17 Uskup se-Indonesia yang diundang meski hanya lima uskup dan 12 imam yang hadir turut menuai ragam pendapat dari kalangan “domba” di dunia maya.
Sebua pertanyaan atas pernikahan Cathy Sharon tanpa mengesampingkan aneka pendapat tersebut muncul; “ada apa di balik pernikahan Cathy Sharon?” Atau sederhananya; “Pesan (Warta) Sukacita apa yang mau disampaikan oleh Cathy Sharon dan kehadiran “para Gembala” umat dalam pernikahan tersebut”? Pertanyaan ini lahir ketika saya pribadi mengingat kembali peristiwa setahun yang lalu, di mana saya menikahkan sepasang pengantin sederhana yang datang kepadaku dan menyampaikan bahwa mereka belum mampu membeli cincin perkawinan, maka pada perkawinan mereka, cincin perkawinan belum bisa dikenakan, karena niat mereka adalah untuk membangun kehidupan berumah tangga secara sah melalui sakramen Perkawinan.
Perkawinan memang terjadi antara dua orang: laki-laki dan perempuan namun disamping bersifat Sakramen yang mengikat pasangan tersebut melalui janji pernikahan menjadi satu kesatuan (unitas) dan tak terceraikan (Monogam) namun perkawinan itu juga memiliki sifat sosial yang disaksikan oleh siapapun. Memang kehadiran umat yang mengungkapkan sifat sosial dari sebuah pernikahan tidak menjadi syarat mutlak dalam sebuah perkawinan. Bahwa perkawinan Cathy Sharon dihadiri oleh para artis dan tamu undangan yang membawa undangan itu adalah hak Cathy, namun ketika umat lain yang hendak beribadahpun dilarang masuk dengan penjagaan ketat yang diback up jajaran Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Denpasar (Media Indonesia) dan sikap diam dari para “gembala” yang hadir, maka muncul pertanyaan; “pesan apa yang mau disampaikan oleh Cathy dan para “gembala” dalam pernikahan itu?”
Perkawinan dua insan melambangkan perkawinan Gereja dengan Kristus yang terjelma dalam hubungan kesatuan, persekutuan umat beriman. Artinya perkawinan sakramental mengungkapkan relasi Allah dengan manusia, manusia dengan manusia yang mengungkapkan Keterbukaan dan Solidaritas Allah pada pihak manusia yang mengutus PuteraNya Yesus Kristus untuk menyelamatkan dunia. Artinya Perkawinan juga mengungkapkan semangat Keterbukaan dan Solidaritas Gereja bagi masyarakat yang datang untuk menyampaikan warta keselamatan Allah melalui Yesus Kristus kepada dunia dalam tindakan nyata. Menyimak berita pernikahan Cathy Sharon, saya hanya berharap jika yang menikah itu seorang sederhana, umat biasa yang tidak terkenal dan mengundang “para Gembala” serta meminta pihak kepolisian untuk menjaga secara ketat, semoga saja dikabulkan dan mau hadir serta menjaga selama perayaan sakramen pernikahan berlangsung, untuk mengungkapkan keselamatan Allah, kesatuan Allah dengan manusia, keberpihakan Allah dengan yang lemah sungguh nyata dihadirkan oleh Gereja melalui para gembalanya. Jika tidak maka aku masih bertanya; “ADA APA DI BALIK PERNIKAHAN CATHY SAHRON. Mari merenung untuk kita semua.
Tak ada yang lebih indah dari sebuah pernikah selain kesatuan hati
Malam kota Tepian: 18 April 2012 (Kis 5:17-26; Yoh 3:16-21)
No comments:
Post a Comment