44 Justru karena kesatuan Gereja, yang diwujudkan oleh Ekaristi lewat kurban Tuhan dan persatuan dalam tubuh dan darah-Nya, mutlak menuntut persekutuan penuh dalam ikatan pengakuan iman, sakramen dan reksa gerejani, maka tidak mungkin merayakan liturgi Ekaristi bersama-sama hingga ikatan-ikatan itu dipulihkan. Perayaan seperti itu tidak akan menjadi sarana yang sah, bahkan mungkin menjadi ‘rintangan’ bagi pencapaian persekutuan yang penuh, dengan melemahkan rasa jauhnya jarak yang memisahkan kita dengan tujuan dan dengan memasukkan atau mempertajam ambiguitas terhadap salah satu kebenaran iman. Jalan menuju kesatuan penuh hanya mungkin diupayakan dalam kebenaran. Pada bidang ini, larangan-larangan hukum Gereja tidak memberi ruang terhadap ketidak-pastian (KHK no. 908, KHK Gereja Timur no. 702…), dalam kesetiaan terhadap norma moral yang diletakkan oleh Konsili Vatikan II. [Lih. Dekrit mengenai Gereja Katolik Timur, Orientalium Ecclesiarum, 26].
Kendati demikian, saya ingin menegaskan kembali yang saya tulis dalam Surat Ensiklik ‘Semoga Mereka Bersatu’ (Ut Unum Sint), setelah mengakui ketidak mungkinan saling menyambut Ekaristi: “Namun kita menyandang kerinduan mendalam untuk bersatu dalam satu Ekaristi Tuhan, dan kerinduan ini sendiri telah menjadi doa pujian, permohonan satu-satunya. Bersama-sama kami berseru kepada Bapa, dan kami semakin melakukannya dalam satu hati.” [No. 45: AAS 87 (1995), 948].
[Dikutip dari Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, ECCLESIA DE EUCHARISTIA (Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja), Vatikan: Roma, 2003. Diterjemahkan oleh Mgr. Anicetus B. Sinaga OFM.Cap dan diterbitkan oleh Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2004].
No comments:
Post a Comment