Saturday, May 12, 2012

ALLAH MENGASIHI KITA SEMUA TANPA BATAS

Renungan pagi hari Minggu paskah VI, 13 Mei 2012 Seorang ibu yang sudah mulai jenuh dengan tingkah anaknya yang baru berumur 13 tahun, mulai mencari cara lain bagaimana supaya anaknya itu kelak tidak menjadi anak manja. Hingga anaknya mengunjak usia 13 tahun, ibunya selalu memberikan apa saja yang diminta anaknya. Dia minta mobil-mobilan, si ibu pasti membeli. Dia minta helikopter yang pakai remote, si ibu pasti beli. Dia minta HP, si ibu pasti beli. Itu dilakukannya karena cinta dan kasihnya kepada si anak. Ia ingin menyenangkan hati anak tunggalnya. Maklumlah, kalau anaknya menangis, si ibu pasti ikut menangis sedih karena tidak sanggup melihat anak semata wayangnya sedih. Tetapi makin lama si ibu semakian sadar bahwa hal itu akan merusak masa depan anaknya. Setelah umur 13 tahun, si ibu mulai berpikir mendidik anaknya lebih tegas. Namun selagi mereka hidup di rumah, cara yang dianggap tegas pun belum mampu juga mengubah si anak. Akhirnya si ibu memasukkan anaknya ke sebuah asrama Katolik yang dikelola bruder. Di asrama, si anak tidak bisa bebas meminta apa pun karena ia mesti sama dengan anak yang lain. Hidupnya begitu disiplin dan ketat. Tetapi situasi itu secara langsung telah mengubah mentalitasnya. Ia tidak lagi cengeng, tidak manja dan tidak gampang merengek. Bagi si ibu, itulah cara terbaik menunjukkan kasihnya demi masa depan si anak. Biarpun teras menyakitkan, tetapi hasilnya luar biasa. St. Yohanes, dalam suratnya yang pertama, mengatakan bahwa Kasih itu berasal dari Allah, dan setiap orang yang mengasihi, berarti ia berasal dari Allah dan mengenal Allah. Sebaliknya, barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah Kasih. Sebagai bukti bahwa Allah mengasihi kita adalah Ia telah mengutus Anak-Nya yang tunggul ke dunia, supaya kita hidup oleh-Nya (1Yoh 4:7-10). Inilah tanda kasih Allah yang terbesar kepada kita, yakni pengorbanan. Allah mengutus Putera-Nya sendiri ke tengah-tengah kita dan berkorban sampai mati demi kita. Tiada kasih lebih tinggi dari itu. Oleh karena itulah penginjil Yohanes (Yoh 15:9-17) kembali menekankan inti Perintah Yesus, yakni mengasihi dengan sempurna dengan cara PENGORBANAN DIRI. Siapa yang mengatakan bahwa ia mengasihi, maka ia harus rela berkorban, sama seperti Yesus. Orang yang dengan tulus mengasihi tidak akan pernah memandang siapa dan bagaimana orang yang membutuhkan kasihnya. Dalam dunia yang beraneka ragam suku, ras, agama, golongan, ideologi dan partai amat sulitlah untuk memaksa setiap orang untuk satu dalam pemikiran dan pandangan. Paling berat lagi adalah memaksa satu paham untuk semua. Namun biarpun kesulitan semacam ini sangat nyata di hadapan kita, tetapi untuk mewujudkan kasih satu sama lain pastilah sesuatu yang mungkin bisa dilakukan. Dalam banyak bencana dan kemalangan yang kita hadapi di negara kita, sangat nampak jelas bahwa rasa persaudaraan sebagai sesama manusia amat terasa menonjol. Kita gempa menimpa satu daerah, ketiga tsunami melanda satu daerah, kita tidak lagi memandang agama atau suku untuk membantu. Rasa kasih sebagai manusia berbicara begitu saja. Entah apa pun yang mendasari tindakan itu tetapi dalam level kegiatan dan keprihatinan bersama kita sungguh merasakan bahwa kita sama-sama anak-anak Allah. Semakin teranglah bagi kita apa yang dikotbahkan Petrus di rumah Kornelius di Kaisarea: “Sesunggunya aku telah mengerti bahwa Allah tidak membeda-bedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Allah dan mengamalkan kebenaran, berkenan kepada-Nya” (Kis 10:25-48). Allah punya kuasa untuk memberikan rahmat-Nya kepada siapa pun seturut belas kasih dan kerahiman-Nya. Biarpun terkadang bentuk kasih itu menyakitkan, tetapi tujuannya demi kebaikan kita sendiri. Hal-hal berat yang kita alami merupakan cara Allah menunjukkan kasih-Nya bagi kita. Dan Ia mengharapkan kita untuk melanjutkannya. Maka kita semua harus selalu bertanya, sudah sebesar apakah kasih-Mu dapat kujalankan ya Tuhan? Di bawah bimbingan Roh Kudus yang sama dengan Roh yang meliputi orang-orang yang mendengar kotbah Petrus, marilah kita selalu berikhtiar mencari jalan yang tepat untuk meneruskan karya penyelamatan Kristus di dunia ini. Ia datang untuk keselamatan dunia kita semua. Marilah bekerjasama menciptakan dunia yang baru dan penuh damai berisi kasih dan saling memaafkan. Salam Kasih.

No comments:

Post a Comment