Tuesday, May 22, 2012

Liturgi

Patut disayangkan bahwa terdapat begitu banyak penyimpangan yang terjadi dalam liturgi dewasa ini.
Terdapat begitu banyak alasan bagi penyimpangan2 ini.

~ Sementara orang menolak untuk MENERIMA OTORITAS ABSAH Gereja untuk MEMBANGUN TATA ATURAN yang MENGIKAT bagi liturgi. Mereka menolak untuk mengikuti petunjuk2 liturgis dan MENOLAK MENGHORMATI dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh OTORITAS yang SAH.

~ Yang lain, karena pembinaan dan pengetahuan yang minim, tidak mengetahui apakah sesungguhnya MAKNA petunjuk2 ini.

~ Yang lain lagi, tidak memahami apa itu liturgi2 umum, tanda2 yang digunakan di dalamnya dan PENTINGNYA KONSISTENSI dalam beribadat berdasarkan sebuah ritus tertentu dari Gereja.

~ Akhirnya, dan yang paling tragis adalah bahwa banyak orang telah KEHILANGAN sebuah CITA RASA yang KUDUS.

Mereka melihat misa sebagai sebuah kewajiban yang DIPAKSAKAN oleh manusia dan bukannya sebagai sebuah KESEMPATAN untuk MENYEMBAH Allah yang satu dan benar melalui misteri pengurbanan Yesus Kristus, Putra Allah.

Betapa sejumlah besar orang Katolik tidak percaya akan Kehadiran Nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi. Karena mereka tidak percaya bahwa Yesus sendiri sungguih-sungguh hadir dalam kepenuhan keilahian dan kemanusiaan-Nya, mereka merasa tidak perlu untuk MENYEMBAH SEBAGAIMANA yang DIMAKSUDKAN oleh Gereja.

Sehingga tidak mengherankan kalau dalam misa, mereka memusatkan perhatian pada diri mereka sendiri, satu sama lain, atau hanya pada aspek kemanusiaan Yesus.

Mereka telah kehilangan cita rasa akan yang kudus.

Kombinasi alasan2 di atas telah turut memberi sumbangsih bagi terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Mereka yg merasa tersinggung sering tidak tau akan apa yang HARUS DILAKUKAN.

Pentinglah kiranya untuk MEMAHAMI prinsip-prinsip tertentu yang mengatur liturgi-liturgi Gereja.

Faktanya adalah,
1) Kalau umat lebih suka liburan ke luar kota, jangan ekaristinya yang dipersalahkan--lalu dicari cara-cara bagaimana supaya Ekaristi "menarik". Ini benar-benar pola pikir Protestant, terutama aliran Pentecostal yang : ibadah dibuat semenarik mungkin, karena dari sanalah uang mengalir.

2) Beriman Katolik =/= jualan krupuk di warung.
Bukan yang semakin banyak yang ikut yang semakin laris dan semakin bagus. Juga, Gereja Katolik tidak sama dengan partai politik, yang harus mencari cara supaya kelompoknya diikuti oleh banyak orang, supaya jutaan orang berduyun-duyun datang ke KKR atau rapat partai. Tidak.

Ibadah ala KKR atau entah apa lagi namanya yang cuma cari sensasi dan banyak para pengikutnya itu bukan puncak inti iman Kristen [yang sejati]. Kalau sampai ada yang berpikir bahwa Gereja Katolik harus melakukan semacam trik KKR ala para pendeta dengan poster-poster dan iklan-iklan yang mencolok di sana-sini, maka orang itu KELIRU besar.

3). Tujuan Ekaristi tidak seperti KKR atau ibadah ala Protestant.

Seorang pendeta "top/terkenal" boleh malu kalau acaranya cuma didatangi 100 orang (padahal targetnya 100.000 orang, misalnya).

Ekaristi adalah ekaristi. Ini acara Tuhan, ini perjamuan Tuhan, bukan rapat partai yang dipimpin oleh seorang pengkhotbah karismatik yang masih butuh tepuk tangan manusia dari para pengikutnya (yang bisa merasa sakit hati jika tepuk tangan yang diterimanya kalah membahana dibandingkan acara sepak bola futsal di gedung sebelah, umpamanya...).

Tidak. Sama sekali TIDAK dengan "T" besar.

Ingat selalu bahwa Ekaristi kudus itu bukan acara KKR ala Protestant atau acara dangdutan dalam kampanye partai politik di kampung-kampung. Ekaristi tidak bisa direkayasa menjadi acara dangdutan ala "KKR2-an".

Kalau mau bikin acara demikian, bukan di paroki Gereja Katolik.

Kutipan dari buku 'The Spirit of the Liturgy' (hal. 198-9) tulisan +Joseph Cardinal Ratzinger, kini paus kita terkasih Benediktus XVI saat menjabat kepala prefek Konggregasi Ajaran & Iman (CDF):

"Tarian bukanlah bentuk ekspresi liturgi Kristen. Benar-benar absurd untuk mencoba membuat liturgi "menarik" dengan tarian, yang sering berakhir dengan tepuk-tangan.

Karena KAPAN SAJA terdengar TEPUK-TANGAN pecah di dalam liturgi karena suatu prestasi manusiawi, itulah tanda PASTI bahwa HAKEKAT LITURGI secara TOTAL SUDAH HILANG dan diganti oleh sejenis PERTUNJUKAN ROHANI."

"I am convinced that the crisis in the Church that we are experiencing today is to a large extent due to the disintegration of the liturgy... We need a new liturgical movement" - Cardinal Ratzinger, now Pope Benedict XVI.

Terjemahan bebas-nya:
"Saya yakin bahwa sebagian besar krisis dari dalam Gereja yang kita alami hari ini adalah karena dis-integrasi dari liturgi ... Kita perlu suatu gerakan Liturgis baru" ~ Kardinal Ratzinger, sekarang Paus kita yang terkasih Benediktus XVI.

"Some practices which Sacrosanctum Concilium had never even contemplated were allowed into the Liturgy, like Mass versus populum, Holy Communion in the hand, altogether giving up on the Latin and Gregorian Chant in favor of the vernacular and songs and hymns without much space for God, and extension beyond any reasonable limits of the faculty to concelebrate at Holy Mass. There was also the gross mis-interpretation of the principle of 'active participation.' " ~Archbishop Malcolm Ranjith (Secretary of the Congregation for Divine Worship)

Terjemahan bebas-nya:
"Beberapa praktek yang tidak pernah terpikirkan pada Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium kini diizinkan masuk ke dalam Liturgi Ekaristi, seperti Misa 'ad populum' (imam menghadap ke arah umat), menerimakan Komuni kudus di tangan, penggunaan pada bahasa Latin dan Gregorian Chant yang kesemuanya itu menyerah dan mengalah buat mendukung penggunaan lagu-lagu dan himne2 vernakular (bahasa dan lagu2 lokal sehari-hari pada suatu daerah tertentu) tanpa banyak ruang lagi yang tersisa untuk Tuhan.

No comments:

Post a Comment