PENGANTAR
Di tengah perjalanan Masa Puasa ini, kita lewat bacaan-bacaan KS diajak memperdalam hidup rohani/batin kita. Pendalaman rohani kita itu disampaikan kepada kita lewat ceritera Injil tentang bagaimana Yesus membersihkan Bait Allah di Yerusalem dengan mengusir penukar-penukar uang dan penjual-penjual merpati. Seluruh empat Injil (Mat, Mrk, Luk, Yoh) menceriterakan peristiwa itu. Yoh menempatkan ceritera itu pada awal Injilnya, sedangkan Mat Mrk Luk pada bagian akhir Injil mereka. Namun dengan cara masing-masing keempat penginjil itu ingin mengajak kita mengubah dan memperdalam hidup rohani kita sebagai orang kristen sejati
HOMILI
Dalam pewartaan Injil hari ini tidak begitu penting, apakah benar Yesus begitu marah, sampai bertindak dengan kekerasan terhadap penukar uang dan penjual merpati di ‘Rumah Allah” itu. Yesus memang marah, yakni marah atas adanya penjungkirbalikan nilai dasar hubungan antara manusia dengan Allah, dengan sesama dan barang-barang keduniaan. Bait Allah pada kesempatan itu hanya dipakai untuk ibadat lahiriah saja, sedangkan perhatian mereka lebih sibuk dengan uang dan binatang korban (merpati), yang justru lebih mereka pentingkan. Bait Allah yang dimaksudkan sebagai sarana berhubungan dengan Allah, justru sebaliknya dimanfaatkan oleh orang-orang yang beragama resmi Yahudi itu untuk kepentingannya sendiri dengan kedok keagamaan!
Bagi orang yang sungguh beragama, bukan rumah ibadat atau bait Allah itu sendiri yang menentukan kesungguhan hidup keagama-annya, melainkan kejujuran hati orang-orangnya yang menggunakan-nya. Penukaran uang dan penjualan merpati di dalam Bait Allah itu dilakukan dengan dalih (motivasi) keagamaan, ibadat, tetapi sebenarnya demi kepentingannya sendiri. Inilah menjungkirbalikkan nilai, atau suatu penipuan rohani, yang mengubah hormat kepada Allah menjadi hormat kepada diri sendiri. Bait Allah yang dibangun dengan iktikad baik dan luhur, justru menjadi alat untuk meluhurkan kepentingan diri sendiri!
Menghadapi kenyataan itu Yesus bertindak tegas, bahkan berkata: “Rombaklah Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali”. Bait Allah baru yang sesungguhnya adalah Diri Yesus sendiri! Bangunan bait Allah yang materiil toh hanya sarana, dan akan roboh atau runtuh. Dalam kenyataannya Bait Allah besar yang dibangun oleh Herodes Agung tahun 70 dihancurkan oleh orang-orang Romawi. Bait Allah yang sesungguhnya ialah diri Yesus Kristus. Tubuh Yesus adalah Bait Suci sejati, yang dibangun kembali pada saat kebangkitan-Nya.
Apa pesan Injil hari ini kepada kita? Yesus sendiri menghargai dan menghormati Bait Allah, dan seperti umat lainnya Ia juga beribadat di sana. Tetapi Bait Allah yang sesungguhnya ialah Yesus sendiri. Dalam diri Yesus Kristuslah kita dapat sungguh beribadat, menghormati, berhubungan dengan Allah. Adanya rumah ibadat (gereja), betapapun indah dan agungnya, bukanlah tujuan terakhir ibadat, hidup keagamaan, hidup batin/rohani yang sebenarnya. Bait Allah adalah sarana, memang perlu. Hidup keagamaan, ibadat dan hidup rohani bukanlah sekadar formalisme, melainkan hubungan batin manusia yang erat dengan Allah. Dan itu, bagi kita umat kristiani, hanya mungkin apabila kita berhubungan dengan Allah melalui dan dalam diri Yesus Kristus, Bait Allah yang sebenarnya.
Hubungan dengan Yesus Kristus harus sungguh murni, tanpa disertai perhitungan, pertimbangan, keinginan akan kepentingan diri sendiri. Hanya dengan demikian ibadat kita adalah benar, sejati, otentik, dan dengan demikian Yesus Kristus menjadi Bait Allah kita yang benar.
Paulus menegaskan umat di Korinte: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu” (1 Kor 3:16). Jadi seperti Kristus adalah Bait Allah sejati, kita umat yang telah dibaptis pun adalah bait-bait Allah.
Kristus menjadi Bait Allah sesudah bangkit. Menjadi bait Allah itulah sebenarnya makna hidup kita sebagai orang kristen sejati. Dan menjadi orang kristen sejati berarti rela dan mau mengikuti pola hidup Kristus. Hanya memperhatikan dan melaksanakan kehendak Allah Bapa-Nya sepenuhnya, meskipun harus melalui penderitaan dan kematian di salib, - itulah ibadat hidup Yesus yang sebenarnya. Itulah hubungan Allah dan manusia yang sejati. Itulah makna Yesus sebagai Bait Allah yang sesungguhnya!
Dalam masa puasa ini marilah kita berusaha, untuk bukan hanya berdoa dan beribadat di dalam gereja sebagai bait Allah, melainkan berusaha menjadi bait Allah dengan memurnikan hubungan kita dengan Allah dan sesama secara jujur dan murni. Khususnya dengan merayakan Ekaristi bersama di dalam gereja, sebagai bait Allah, kita harus sungguh berhu-bungan erat dengan Allah melalui Yesus Kristus, dan melalui Dia pula kita sungguh harus berhubungan erat satu sama lain sebagai saudara seperti de-ngan dilakukan Yesus sendiri. Dengan demikian kita pun semua menjadi bait Allah yang hidup.
Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.
No comments:
Post a Comment