Renungan hari Minggu prapaskah kelima, 25 Maret 2012
Hari ini adalah hari Minggu Prapaskah kelima. Dari tradisi liturgis yang kuno, corpus Yesus pada salib biasanya diselubungi. Demikian juga patung-patung orang kudus di dalam gereja diselubungi. Hanya saja, tradisi ini kurang begitu familiar sekarang ini. Umumnya penyelubungan salib dilakukan sesudah misa kamis putih malam hari. Yang mau disampaikan dengan acara penutupan/penyelubungan corpus di salib sejak minggu prapaskah kelima ini adalah untuk menandakan bahwa kita telah memasuki minggu sengsara yaitu pekan Prapaskah kelima dan sebentar lagi akan masuk Pekan Suci. Selama masa penderitaan dan sengsara-Nya itu, Yesus tampil sebagai manusia yang sangat menderita. Keallahan Yesus nampak terselubung atau tidak tampak. Hal itu sangat jelas dalam bacaan-bacaan yang ditampilkan dalam pekan-pekan ini. Dalam penderitaan-Nya, Yesus tampil sebagai sosok manusia yang sangat menderita.
Itu pula yang dikatakan pada bacaan kedua hari ini dari Kitab Ibrani: “Kristus, dalam hidup-Nya sebagai manusia, telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan” (Ibr 5:7). Pernyataan itu mau menunjukkan sisi kemanusiaan Yesus yang juga bisa menangis, bisa mengalami rasa takut sama seperti kita. Namun bukan berarti Ia tidak sanggup melawannya.
Dengan penderitan-Nya itu, Yesus adalah sang biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati, namun Ia akan hidup dan menghasilkan banyak buah. Dalam Injil Yohanes, kematian Yesus di salib justru merupakan peristiwa peninggian atau pemuliaan Yesus Kristus sendiri. Kendatipun secara manusiawi Yesus menangis seperti yang tertulis dalam Ibrani, tetapi dalam Injil Ia sendiri menunjukkan keallahan-Nya dengan menyatakan perlunya kematian untuk menghasilkan buah melimpah. Buah yang tidak jatuh ke atas tanah, akan tetaplah tinggal sebiji dan tidak berkembang. Sementara buah yang jatuh ke tanah akan nampak sia-sia karena mati, tetapi justru di situlah ia akan bertumbuh untuk berbuah.
Bagi Yesus, penderitaan dan kematian bukanlah suatu moment yang menakutkan dan menegangkan untuk dihadapi. Kematian adalah suatu peristiwa alamiah yang setiap makhluk hidup akan mengalaminya juga. ‘Kita mati untuk hidup’, itulah yang dimaksudkan Yesus. Semoga Sabda Yesus hari ini semakin memampukan kita memahami arti kematian bukan sebagai kebinasaan, tetapi sebagai hidup baru. Selamat minggu prapaskah kelima. Amen.
No comments:
Post a Comment